Minggu, 16 Mei 2010

belajarlah (dari) Cina

Rasanya semangat BISA yang sering digembar-gemborkan disini lebih pantas dicontoh dari negeri cina.

Bayangkan, dari urusan jarum pentul sampe rig pengeboran mereka BISA buat. Gila betul ini negara, dan gila betul masyarakatnya.

Bersentuhan dengan masyarakat cina yang betul-betul cina hampir setiap hari saya rasakan. Mereka datang diimpor dari negaranya untuk jadi expatriat di bidang minyak dan gas bumi.

Jangan pernah bayangkan, mereka datang dengan segudang kemampuan teknikal yang mumpuni, bahkan kadang kita sendiri tak mampu menangkap apa yang mereka bahasakan dalam bahasa inggris.

Tapi semangat BISA itu yang betul-betul mereka terapkan. Saya acungi jempol untuk penguasaan teknologi, alih transformasi dan serapan kemampuan teknikal mereka walaupun mereka ambil juga dengan terbata-bata.

Bagi mereka bekerja adalah kewajiban, kehidupan dan juga hiburan. Bayangkan, saat minggu pagi saya asyik ke senayan dan mampir ke kantor, mereka ada di kubikelnya, serius bekerja dan menyelesaikan kerjaan.Dasyat.

Dari obrolan dengan mereka, bekerja untuk negara adalah sebuah kehormatan. Walaupun sebagian besar gaji dan pendapatan yang mereka peroleh harus diambil (paksa) oleh negara, tapi mereka bangga.

BISA dan BANGGA.

Bayangkan 10 tahun lalu handphone cina cuma cemoohan biasa. Tapi lihat sekarang? vendor handphone mana yang gak keder sama hendphone cina?.

Mereka sadar kalau bangsanya, negaranya dan masyarakatnya masih dalam tahap belajar. Maka jangan heran kalau menjiplak habis-habisan secara sadar juga mereka anggap sebagai bagian dari proses belajar.

Kalau bukan mereka yang menggunakan produk dalam negerinya, lantas siapa? Itu jawaban mereka atas pertanyaan kesangsian sebagian masyarakat kita terhadap kualitas produknya.

Cina lagi-lagi menggetarkan dunia. Di dunia olahraga, bisnis bahkan hukum dan keadilan. Siapa yang berani menembak mati untuk koruptor disini?. Bahkan hukuman matipun masaih jadi pro-kontra yang riuh rendah, bahkan lebih sering sepi ketimbang riuhnya.

mulai menulis

Lama rasanya gak nulis.

Udah hampir dua bulan lebih gak ada satu tulisanpun mampir di blog ini. Dulu, waktu jaman kuliah di Jogja, yang namanya nulis jadi makanan sehari-hari. Maklum aja, kalo gak nulis, maka gak dapet honor, kalo gak dapet honor maka gak makan, kalo gak dapet honor maka gak bisa traktir pacar, makanya dulu, malas menulis bisa berdampak sistemik buat kehidupan gue.

Gue masih juga gak habis pikir, bagaimana bisa Pramoedya Ananta Toer, yang dipenjara berkali-kali, disiksa sama rezim orla dan orba, masih juga aktif menulis, bukan hanya menulis tapi juga bercerita, dengan data, fakta dan kreativitas yang luar biasa.