Selasa, 02 Februari 2010

Thunder Ireng

Gue beli lebih dari tiga tahun lalu. Dicicil 23 bulan pake gaji sendiri sampe bener-bener lunas. Sempet keteteran gara-gara kebanyakan jajan sama abis buat ongkos bolak-balik jkt-jgj, tapi toh akhirnya bisa lunas juga. Bukan mau promosi sih, tapi keberadaan si thunder ireng ini membuktikan kalo eksistensi gue bener-benar ada.

Ni motor sebenernya gak istimewa amat, tapi tanpa motor ini, bagaimana gue mau cari nafkah..( jadi inget balada tukang ojek depan gang)

Alhamdulillah selama jalan bareng thunder gue belom pernah ketangkep sama polis. Pulang larut malem juga belom pernah kena begal di cakung, amit-amit jabang BeYe jangan sampe dah.Walopun sempet kuatir juga kalo ada cegatan si polis, lha wong seumur hidup gak punya SIM, baik A maupun C, eh kok bilang-bilang di blog..

Ni thunder udah berulang kali ganti ban dalem yang belakang, kalo ban depan brand new beli di bengkel Kalimalang setelah robek sendiri di depan rumah tantenya calon istri (dulu), haik..malu abissss.

Kondisi bodi mulus (versi gue) suara masih oke (kalo abis di servis) cuma spion copot sebelah kanan pas boncengan berdua sama istri. 

Kata orang kendaraan pribadi tuh punya nyawa, punya soul. Apalagi kalo emang udah jadi satu sama yang punya. Sampe-sampe kondisi ban mau bocor juga udah kerasa pas mau berangkat. Mau ada cegatan polisi juga kerasa dari jauh aromanya, pernah tiga kali lolos cegatan (kabur lebih tepatnya) sampe diteriakin Bangs*t sama pak polis. Toh buat gue teriakan bangs*t jauh lebih terhormat daripada mesti nyerahin duit 20.000 perak buat si bapak polisman.

Sempet kepikiran buat ganti kendaraan yang roda empat, tapi mau beli hond* siti anyar eh kok malah ditarik dari peredaran. Yowis mending beli hond* supri aja yang sampe sekarang gak ada kabar mau ditarik. Walopun gue yakin gak bakal ditarik biar cacat poduk juga.

Kalopun nanti, oneday, suatu saat, gue udah punya kendaraan baru, ni thunder ga bakal gue jual. Kecuali atas permintaan banyak orang minta dijual karena menuh-menuhin garasi.

Tapi kenangan sama si thunder ireng sampe kapanpun gak akan pernah hilang. Dari nerobos banjir setinggi lutut, pulang dinihari, diceburin ke banjir gede di pulogadung sampe memori nganterin wanita-wanita cantik, upsstt...

Senin, 01 Februari 2010

Aisyiah

Ini bukan nama orang.
Betul, ini bukan nama mantan pacar atau kekasih gelap yang coba gue abadikan atau tulis ceritanya.
Beberapa tahun lalu, saat menikmati hidup sebagai mahasiswa, gue punya tanggung jawab untuk memberikan bekal ilmu di salah satu panti asuhan putri milik Muhammadiyah, Panti Asuhan Putri Aisyiah namanya.
Lokasinya di Ngampilan, kalau dari Malioboro tinggal teruskan jalan sampai ujung benteng Vredenburg, sampai lampu merah belok kanan ke arah Ngampilan. Tempatnya di tengah-tengah pemukiman penduduk. Dibangun di atas tanah yang lumayan luas dengan taman yang teduh di tengah-tengah bangunan.
Ini berat.
Jujur, karena biasanya teman-teman mengajar disana malam hari dan pastinya butuh kendaraan, dan selama kuliah aku tak pernah punya kendaraan pribadi. Di samping itu, mengajar bukanlah sesuatu yang aku senangi, apalagi mengajar anak kecil yang kadang mbeling, tak bisa diatur dan semaunya sendiri.
Pertama kali kesana, ada keterkejutan yang betul-betul hinggap ke hati. Melihat kehidupan panti asuhan dari dekat, merasakan keseharian mereka, bercengkrama, dan banyak berdialog dengan ibu pengasuh panti yang punya hati seluas lima samudera.
Ahhh…
Gue pikir Cuma gue seorang yang paling menderita di dunia ini, apalagi kalau sudah mendekati akhir bulan, tentunya saat-saat paling sengsara dan menyiksa.
Awalnya gue gak yakin program ini akan berjalan baik dan lancar. Tapi seiring waktu dan sembari berjalan, kadang bukan pikiran dan akal yang menuntun untuk berangkat mengajar, tapi hati.
Ahhh…(lagi)
Jangan.
Jangan pernah berpikir gue seikhlas itu berjalan jauh dari Sendowo di kampus ke Ngampilan yang jaraknya lumayan.
Kadang suguhan gulai kambing dari ibu pengurus panti menjadi penyemangat utama gue datang kesana. Betul, ini jujur.
Mungkin ibu pengasuh panti juga memaklumi kalau mahasiswa yang datang mengajar ini juga sebenarnya tak jauh beda nasibnya dengan anak-anak di panti.
Toh kebanyakan dari kami juga hidup sendiri, jauh dari orang tua, ngekos, butuh kasih sayang dan juga makanan enak!.
Hanya, kami tak se-vulgar itu mengumbar keinginan menikmati gulai kambing atau makan malam gratis di panti. Bahkan kadang kami juga dibekali makanan ketika kami pulang. Sampai tak habis pikir, siapa yang sebenarnya lebih pantas untuk tinggal di panti ?.
Kehidupan di panti betul-betul menyihir kami yang pernah datang kesana. Ada cinta kasih, ada keikhlasan, ada kehausan ilmu, ada kecemburuan, ada persaingan, ada rasa haru biru yang betul-betul membuat kami haru.
Kami sadar, kebahagiaan mereka juga kebahagiaan kami.
Kami merasa, bahwa kesempurnaan hidup yang kami miliki sudah merupakan nilai tersendiri yang tentunya tidak bisa kami bagi dengan mereka. Kami beruntung, keluarga kami sempurna, hidup kami sempurna. Untuk itu, sedikit ilmu yang ada pada kami semoga bisa menghibur kesepian dan kesendirian mereka, walaupun sedikit saja.
Kami sepenuhnya sadar, bahwa apa yang sudah kami beri, memang tak akan banyak merubah kesedihan mereka, yang tak berpunya, yang ditinggal orang tua ke alam baka, bahkan yang tak sempat mengenal siapa yang melahirkannya.
Ada segurat rasa bangga, bahwa kami membuat sejarah kecil saat kami singgah sebentar di Jogja. Ada cinta yang tak bercerita saat kami selesai mengajar, mereka kembali ke kamar dan kami pulang .
Aisyiah sudah menjadi keluarga dan sejarah manis selama gue dan teman-teman di Jogja. Mengajar disana bukan lagi an sich karena kami punya tugas dari lembaga, tapi lebih dari itu, ada nurani yang bicara untuk mendengar celoteh dan kecerewetan mereka bercerita tentang kejadian di sekolah.
Doa dari mereka dan ibu pengurus panti pastinya telah mengantarkan kami menjadi seperti saat ini. Gulai daging dan makanan yang sering kami santap disana, tentu telah menyatu dengan darah dan daging kami dan memberi gizi sampai kami menyelesaikan gelar sarjana.
Ada surga kecil buat mereka yang tak berpunya, yang papa, yang tak mengenal orang tua, surga itu bernama Aisyiah.
Dan Aku, Afnin, Kecux, Oka, Ariel, Topik, Anto, Habibie, dan teman-teman yang lain punya sejarah kecil, berbagi surga dengan mereka, memberikan sedikit yang kami bisa.



Malam Sya’ban
Hampir Ramadhan ‘09

Minggu, 31 Januari 2010

mulai aja

sekedar membuka ingatan kembali untuk mulai menulis. Di tengah kemalasan yang luar biasa, kegemukan yang melemaskan dan kehilangan daya ingat yang terlalu banyak setelah lulus kuliah.

Pengennya sih menulis dengan hati, tapi apa daya cuma sanggup nulis pake dell studio 15.2 inchi core two duo ( intel core-nya beneran, duo maksusnya seken hehe).

Kata banyak orang, kebiasaan menulis gak banyak berkembang di masyarakat kita..(kitaa??), budaya disini, di negara ini, dan kebanyakan orang sini lebih banyak mendengar dan berbicara. Jadinya ruang gosip dan infotemen semakin menjamur dan berkembang kayak jamur di musim hujan,  walaupun ini sekarang musim hujan juga belum terlihat banyak jamur.

Menulis juga salah satu cara untuk menuruti ego pribadi. Kalo dulu diary banyak yang di-umpet-in sampai dikasih gembok, sekarang diary pribadi jadi konsumsi khalayak umum.

Kayak orang-orang bule katanya yang punya habbit untuk nyatet, gak kayak orang melayu yang gemar bicara, kurang membaca dan malas menulis..hehe.

buka baru

yups..

ini impian setelah setahun lalu hilang dengan blog lama dan nama yang nyaris sama. Siang terik awal pebruari ini jadi awal baru untuk lagi, mulai menulis.

suara hati yang lama tak pernah terdengar, hilang karena punya simpanan atau selingkuhan toh mesti dipelihara agar masih bisa dilihat, dibaca dan didengar suaranya.

blog ini jadi salah satu sarana buat nulis, mencela, nyindir, maki-maki, curhat, curcol, nyolong tulisan orang sampai mungkin nyimpen data-data kantor yang sekali-kali perlu dipublikasi (sebagai balesan kalau gaji gak naek-naek hehe) 

Ini cuma blog iseng, sekali-kali serius tapi berkali-kali cuma salah urus, sekedar catatan kecil yang bikin otak ini tetap jalan dan laptop dell studio core 2 duo seken ini masih bisa dipakai sesuai fungsi awalnya. amien.