Senin, 01 Februari 2010

Aisyiah

Ini bukan nama orang.
Betul, ini bukan nama mantan pacar atau kekasih gelap yang coba gue abadikan atau tulis ceritanya.
Beberapa tahun lalu, saat menikmati hidup sebagai mahasiswa, gue punya tanggung jawab untuk memberikan bekal ilmu di salah satu panti asuhan putri milik Muhammadiyah, Panti Asuhan Putri Aisyiah namanya.
Lokasinya di Ngampilan, kalau dari Malioboro tinggal teruskan jalan sampai ujung benteng Vredenburg, sampai lampu merah belok kanan ke arah Ngampilan. Tempatnya di tengah-tengah pemukiman penduduk. Dibangun di atas tanah yang lumayan luas dengan taman yang teduh di tengah-tengah bangunan.
Ini berat.
Jujur, karena biasanya teman-teman mengajar disana malam hari dan pastinya butuh kendaraan, dan selama kuliah aku tak pernah punya kendaraan pribadi. Di samping itu, mengajar bukanlah sesuatu yang aku senangi, apalagi mengajar anak kecil yang kadang mbeling, tak bisa diatur dan semaunya sendiri.
Pertama kali kesana, ada keterkejutan yang betul-betul hinggap ke hati. Melihat kehidupan panti asuhan dari dekat, merasakan keseharian mereka, bercengkrama, dan banyak berdialog dengan ibu pengasuh panti yang punya hati seluas lima samudera.
Ahhh…
Gue pikir Cuma gue seorang yang paling menderita di dunia ini, apalagi kalau sudah mendekati akhir bulan, tentunya saat-saat paling sengsara dan menyiksa.
Awalnya gue gak yakin program ini akan berjalan baik dan lancar. Tapi seiring waktu dan sembari berjalan, kadang bukan pikiran dan akal yang menuntun untuk berangkat mengajar, tapi hati.
Ahhh…(lagi)
Jangan.
Jangan pernah berpikir gue seikhlas itu berjalan jauh dari Sendowo di kampus ke Ngampilan yang jaraknya lumayan.
Kadang suguhan gulai kambing dari ibu pengurus panti menjadi penyemangat utama gue datang kesana. Betul, ini jujur.
Mungkin ibu pengasuh panti juga memaklumi kalau mahasiswa yang datang mengajar ini juga sebenarnya tak jauh beda nasibnya dengan anak-anak di panti.
Toh kebanyakan dari kami juga hidup sendiri, jauh dari orang tua, ngekos, butuh kasih sayang dan juga makanan enak!.
Hanya, kami tak se-vulgar itu mengumbar keinginan menikmati gulai kambing atau makan malam gratis di panti. Bahkan kadang kami juga dibekali makanan ketika kami pulang. Sampai tak habis pikir, siapa yang sebenarnya lebih pantas untuk tinggal di panti ?.
Kehidupan di panti betul-betul menyihir kami yang pernah datang kesana. Ada cinta kasih, ada keikhlasan, ada kehausan ilmu, ada kecemburuan, ada persaingan, ada rasa haru biru yang betul-betul membuat kami haru.
Kami sadar, kebahagiaan mereka juga kebahagiaan kami.
Kami merasa, bahwa kesempurnaan hidup yang kami miliki sudah merupakan nilai tersendiri yang tentunya tidak bisa kami bagi dengan mereka. Kami beruntung, keluarga kami sempurna, hidup kami sempurna. Untuk itu, sedikit ilmu yang ada pada kami semoga bisa menghibur kesepian dan kesendirian mereka, walaupun sedikit saja.
Kami sepenuhnya sadar, bahwa apa yang sudah kami beri, memang tak akan banyak merubah kesedihan mereka, yang tak berpunya, yang ditinggal orang tua ke alam baka, bahkan yang tak sempat mengenal siapa yang melahirkannya.
Ada segurat rasa bangga, bahwa kami membuat sejarah kecil saat kami singgah sebentar di Jogja. Ada cinta yang tak bercerita saat kami selesai mengajar, mereka kembali ke kamar dan kami pulang .
Aisyiah sudah menjadi keluarga dan sejarah manis selama gue dan teman-teman di Jogja. Mengajar disana bukan lagi an sich karena kami punya tugas dari lembaga, tapi lebih dari itu, ada nurani yang bicara untuk mendengar celoteh dan kecerewetan mereka bercerita tentang kejadian di sekolah.
Doa dari mereka dan ibu pengurus panti pastinya telah mengantarkan kami menjadi seperti saat ini. Gulai daging dan makanan yang sering kami santap disana, tentu telah menyatu dengan darah dan daging kami dan memberi gizi sampai kami menyelesaikan gelar sarjana.
Ada surga kecil buat mereka yang tak berpunya, yang papa, yang tak mengenal orang tua, surga itu bernama Aisyiah.
Dan Aku, Afnin, Kecux, Oka, Ariel, Topik, Anto, Habibie, dan teman-teman yang lain punya sejarah kecil, berbagi surga dengan mereka, memberikan sedikit yang kami bisa.



Malam Sya’ban
Hampir Ramadhan ‘09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar